Jumat, 17 Juni 2011

PROTOZOA



Protozoa merupakan kelompok lain protista eukariotik. Kadang-kadang antara algae dan protozoa kurang jelas perbedaannya. Kebanyakan Protozoa hanya dapat dilihat di bawah mikroskop.  Beberapa organisme mempunyai sifat antara algae dan protozoa. Sebagai contoh algae hijau Euglenophyta, selnya berflagela dan merupakan sel tunggal yang berklorofil, tetapi dapat mengalami kehilangan klorofil dan kemampuan untuk berfotosintesa. Semua spesies Euglenophyta yang mampu hidup pada nutrien komplek tanpa adanya cahaya, beberapa ilmuwan memasukkannya ke dalam filum protozoa. Contohnya strain mutan algae genus Chlamydomonas yang tidak berklorofil, dapat dimasukkan ke dalam kelas Protozoa genus Polytoma. Hal ini merupakan contoh bagaimana sulitnya membedakan dengan tegas antara algae dan protozoa. Protozoa dibedakan dari prokariot karena ukurannya yang lebih besar, dan selnya eukariotik. Protozoa dibedakan dari algae karena tidak berklorofil, dibedakan dari jamur karena dapat bergerak aktif dan tidak berdinding sel, serta dibedakan dari jamur lendir karena tidak dapat membentuk badan buah.



A. Habitat Protozoa
 Protozoa hidup di air atau setidaknya di tempat yang basah. Mereka umumnya hidup bebas dan terdapat di lautan, lingkungan air tawar, atau daratan. Beberapa spesies bersifat parasitik, hidup pada organisme inang. Inang protozoa yang bersifat parasit dapat berupa organisme sederhana seperti algae, sampai vertebrata yang kompleks, termasuk manusia. Beberapa spesies dapat tumbuh di dalam tanah atau pada permukaan tumbuh-tumbuhan.  Semua protozoa memerlukan kelembaban yang tinggi pada habitat apapun. Beberapa jenis protozoa laut merupakan bagian dari zooplankton. Protozoa laut yang lain hidup di dasar laut. Spesies yang hidup di air tawar dapat berada di danau, sungai, kolam, atau genangan air. Ada pula protozoa yang tidak bersifat parasit yang hidup di dalam usus termit atau di dalam rumen hewan ruminansia. Beberapa protozoa berbahaya bagi manusia karena mereka dapat menyebabkan penyakit serius.  Protozoa yang lain membantu karena mereka memakan bakteri berbahaya dan menjadi makanan untuk ikan dan hewan lainnya.

B. Morfologi Protozoa
Semua protozoa mempunyai vakuola kontraktil. Vakuola dapat berperan sebagai pompa untuk mengeluarkan kelebihan air dari sel, atau untuk mengatur tekanan osmosis. Jumlah dan letak vakuola kontraktil berbeda pada setiap spesies. Protozoa dapat berada dalam bentuk vegetatif (trophozoite), atau bentuk istirahat yang disebut kista. Protozoa pada keadaan yang tidak menguntungkan dapat membentuk kista untuk mempertahankan hidupnya. Saat kista berada pada keadaan yang menguntungkan, maka akan berkecambah menjadi sel vegetatifnya. Protozoa tidak mempunyai dinding sel, dan tidak mengandung selulosa atau khitin seperti pada jamur dan algae. Kebanyakan protozoa mempunyai bentuk spesifik, yang ditandai dengan fleksibilitas ektoplasma yang ada dalam membran sel. Beberapa jenis protozoa seperti Foraminifera mempunyai kerangka luar sangat keras yang tersusun dari Si dan Ca. Beberapa protozoa seperti Difflugia, dapat mengikat partikel mineral untuk membentuk kerangka luar yang keras. Radiolarian dan Heliozoan dapat menghasilkan skeleton. Kerangka luar yang keras ini sering ditemukan dalam bentuk fosil. Kerangka luar Foraminifera tersusun dari CaO2 sehingga koloninya dalam waktu jutaan tahun dapat membentuk batuan kapur. Protozoa merupakan sel tunggal, yang dapat bergerak secara khas menggunakan pseudopodia (kaki palsu), flagela atau silia, namun ada yang tidak dapat bergerak aktif. Berdasarkan alat gerak yang dipunyai dan mekanisme gerakan inilah protozoa dikelompokkan ke dalam 4 kelas.  Protozoa yang bergerak secara amoeboid dikelompokkan ke dalam Sarcodina, yang bergerak dengan flagela dimasukkan ke dalam Mastigophora, yang bergerak dengan silia dikelompokkan ke dalam Ciliophora, dan yang tidak dapat bergerak serat merupakan parasit hewan maupun manusia dikelompokkan ke dalam Sporozoa. Mulai tahun 1980, oleh Commitee on Systematics and Evolution of the Society of Protozoologist, mengklasifikasikan protozoa menjadi 7 kelas baru, yaitu Sarcomastigophora, Ciliophora, Acetospora, Apicomplexa, Microspora, Myxospora, dan Labyrinthomorpha. Pada klasifikasi yang baru ini, Sarcodina dan Mastigophora digabung menjadi satu kelompok Sarcomastigophora, dan Sporozoa karena anggotanya sangat beragam, maka dipecah menjadi lima kelas. 3  Contoh protozoa yang termasuk Sarcomastigophora adalah genera Monosiga, Bodo, Leishmania, Trypanosoma, Giardia, Opalina, Amoeba, Entamoeba, dan Difflugia. Anggota kelompok Ciliophora antara lain genera Didinium, Tetrahymena, Paramaecium, dan Stentor. Contoh protozoa kelompok Acetospora adalah genera Paramyxa. Apicomplexa beranggotakan genera Eimeria, Toxoplasma, Babesia, Theileria. Genera Metchnikovella termasuk kelompok Microspora. Genera Myxidium dan Kudoa adalah contoh anggota kelompok Myxospora.

C. Perkembangbiakan Protozoa
Protozoa dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual. Secara aseksual protozoa dapatmengadakan pembelahan diri menjadi 2 anak sel (biner), tetapi pada Flagelata pembelahan terjadi secara longitudinal dan pada Ciliata secara transversal. Beberapa jenis protozoa membelah diri menjadi banyak sel (schizogony). Pada pembelahan schizogony, inti membelah beberapa kali kemudian diikuti pembelahan sel menjadi banyak sel anakan. Perkembangbiakan secara seksual dapat melalui cara konjugasi, autogami, dan sitogami. Protozoa yang mempunyai habitat atau inang lebih dari satu dapat mempunyai beberapa cara perkembangbiakan. Sebagai contoh spesies Plasmodium dapat melakukan schizogony secara aseksual di dalam sel inang manusia, tetapi dalam sel inang nyamuk dapat terjadi  perkembangbiakan secara seksual. Protozoa umumnya berada dalam bentuk diploid. Protozoa umumnya mempunyai kemampuan untuk memperbaiki selnya yang rusak atau terpotong. Beberapa Ciliata dapat memperbaiki selnya yang tinggal 10 % dari volume sel asli asalkan inti selnya tetap ada.

D. Fisiologi Protozoa
Protozoa umumnya bersifat aerobik nonfotosintetik, tetapi beberapa protozoa dapat hidup pada lingkung ananaerobik misalnya pada saluran pencernaan manusia atau hewan ruminansia. Protozoa aerobik mempunyai mitokondria yang mengandung enzim untuk metabolisme aerobik, dan untuk menghasilkan ATP melalui proses transfer elektron dan atom hidrogen ke oksigen. Protozoa umumnya mendapatkan makanan dengan memangsa organisme lain (bakteri) atau partikel organik, baik secara fagositosis maupun pinositosis. Protozoa yang hidup di lingkungan air, maka oksideng dan air maupun molekul-molekul kecil dapat berdifusi melalui membran sel. Senyawa makromolekul yang tidak dapat berdifusi melalui membran, dapat masuk sel secara pinositosis. Tetesan cairan masuk melalui saluran pada membran sel, saat saluran penuh kemudian masuk ke dalam membrane yang berikatan denga vakuola. Vakuola kecil terbentuk, kemudian dibawa ke bagian dalam sel, selanjutnya molekul dalam vakuola dipindahkan ke sitoplasma. Partikel makanan yang lebih besar dimakan secara fagositosis oleh sel yang bersifat amoeboid dan anggota lain dari kelompok Sarcodina. Partikel dikelilingi oleh bagian membran sel yang fleksibel untuk ditangkap kemudian dimasukkan ke dalam sel oleh vakuola besar (vakuola makanan). Ukuran vakuola mengecil kemudian mengalami pengasaman. Lisosom memberikan enzim ke dalam vakuola makanan tersebut untuk mencernakan makanan, kemudian vakuola membesar kembali. Hasil pencernaan makanan didispersikan ke dalam sitoplasma secara pinositosis, dan sisa yang tidak tercerna dikeluarkan dari sel. Cara inilah yang digunakan protozoa untuk memangsa bakteri. Pada kelompok Ciliata, ada organ mirip mulut di permukaan sel yang disebut sitosom. Sitosom dapat digunakan menangkap makanan dengan dibantu silia. Setelah makanan masuk ke dalam vakuola makanan kemudian dicernakan, sisanya dikeluarkan dari sel melalui sitopig yang terletak disamping sitosom.

E. Manfaat Alga Bagi Kehidupan Manusia
·         Bibang perikanan (sebagai makanan ikan yaitu fitoplankton dan zooplankton)
·         Bidang pertanian (Rumput laut untuk pupuk dipesisir)
·         Ekosistem perairan (sebagai produsen primer)
·         Bidang industri (tanah diatom untuk amplas, isolasi, bahan dasar kaca)
·         Bahan dasar makanan : Gelidium (agar-agar), Chondrus (minuman coklat), alginat (bahan campuran es krim), Porphyra (makanan)
·         Bahan obat-obatan (Chlorella)

Selasa, 14 Juni 2011

Jamur Superfisial


PEMBAHASAN
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Jamur menyebabkan infeksi sistemik pada manusia melalui inhalasi langsung ke dalam paru-paru atau dengan melakukan invasi melalui luka yang terbuka. Selain itu jamur juga dapat mesuk malalui perantara infasif, misal yaitu dengan injeksi, pemasangan infus, dan juga melalui NGT.
 Infeksi jamur pada kulit juga dikenal sebagai “mikosis”. Infeksi jamur ini  umumnya ringan. Namun, pada orang yang sangat sakit atau kekebalannya menurun, maka infeksi jamur kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit serius. Jamur ini menghasilkan dua jenis infeksi: sistemik dan superfisial. Infeksi sistemik mempengaruhi organ internal. Mereka sering mulai di paru-paru, tetapi dalam kasus yang parah dapat menyebar ke darah jantung, otak, hati ginjal, atau bagian lain dari tubuh. Infeksi superfisial mempengaruhi permukaan tubuh, kulit, kuku, dan rambut. Mereka paling sering terjadi di daerah yang lembab, seperti antara jari kaki, di selangkangan, atau di mulut.

a.    Beberapa jenis mikosis superfisial antara lain sebagai berikut.
a.       Tinea kapitis
Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering ditularkan melalui binatang- binatang peliharaan seperti kucing, anjing dan sebagainya. Berdasarkan bentuk yangkhas Tinea Kapitis dibagi dalam 4 bentuk, yaitu :
·         Gray pacth ring worm
Penyakit ini dimulai dengan papel merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut jadi abu-abu dan tidak mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga menimbulkan alopesia setempat.
·         Black dot ring worm
Terutama disebabkan oleh Trikofiton Tonsurans, T. violaseum, mentagrofites. infeksi jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang menyebabkan rambut putus tepat pada permukaan kulit kepala. Ujung rambut tampak sebagai titik-titik hitam diatas permukaan ulit, yang berwarna kelabu.
·         Kerion
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat yang bersifat lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini putus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion ini pecah akan meninggalkan suatu daerah yang botak permanen oleh karena terjadi sikatrik. Bentuk ini terutama disebabkan oleh Mikosporon kanis, M.gipseum , T.tonsurans dan T. Violaseum.
·         Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan (skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus. Rambut di atas skutula putus-putus dan mudah lepas dan tidak mengkilat lagi.
b.      Tinea korporis
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta kelembaban kulit yang lebih tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota gerak atas, dada, punggung dan anggota gerak bawah. Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sinsiner. Pada bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya papel-papel dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang selanjutnya hanya meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi saja. Kelainan-kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dengan Tinea kruris.
c.       Tinea kruris
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah hebat bila disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat bersifat akut atau menahun. Kelainan yang akut memberikan gambaran yang berupa makula yang eritematous dengan erosi dan kadang-kadang terjadi ekskoriasis. Pinggir kelainan kulit tampak tegas dan aktif. Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak hanya macula yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi. Gambaran yang khas adalah lokalisasi kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah perineum dan sekitar anus. Kadang-kadang dapat meluas sampai ke gluteus, tidak rata pada bagian bawah dan bahkan dapat sampai ke aksila.
d.      Tinea manus dan tinea pedis
Bila menyerang daerah kaki dan tangan, terutama telapak tangan dan kaki serta sela-sela jari. Penyakit ini sering menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti tukang cuci, pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harusnmemakai sepatu yang tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif bervariasibmulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder.
e.       Tinea Unguium
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari pangkal kuku, Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia trikofita bila dimulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi, rapuh dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku tampak adanya detritus yang banyak mengandung elemen jamur. Penyakit ini tidak memberikan keluhan subjektif, tidak gatal, dan tidak sakit. Kadang-kadang penderita baru datang berobat setelah seluruh kukunya sudah terkena penyakit.
f.        Tinea Barbae
Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot, jambangmdan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus. Ada 2 bentuk yaitu superfisialis dan kerion. Kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-mula kecil selanjutnya meluas ke arab luar dan memberi gambaran polisiklik, dengan bagian tepi yang aktif. Biasanya gambaran seperti ini menyerupai tinea korporis.
g.      Tinea Imbrikata
Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan oleh Trikofiton konsentrikum. Gambaran klinik berupa makula yang eritematous dengan skuama yang melingkar. Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam. Pada umumnya pada bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang lebih tenang, tetapi seluruh makula ditutupi oleh skuama yang melingkar. Penyakit ini sering menyerang seluruh permukaan tubuh sehingga menyerupai eritrodemia, pempigus foliaseus, iktiosis yang sudah menahun.

b. Penanganan Infeksi Jamur Superfisial
1.      Terapi Umum
1.      Menjaga kebersihan badan.
2.      Hindari kelembaban kulit dan penggunaan pakaian yang tidak menyerap keringat.

2.      Terapi Topikal
Pengobatan topikal digunakan dengan cara dioleskan tipis pada lesi dan sampai 2 cm dari lesi, 1 – 2 kali sehari selama kurang lebih 2 – 3 minggu. Obat-obat topikal antara lain:
a.       Golongan azole : Menghambat sintesis ergosterol sehingga akan menyebabkan membrane sel jamur tidak stabil dan bocor, jamur lemah sehingga tidak dapat bereplikasi. Obat ini bersifat fungistatik. (Econazole, ketoconazole 2%, clotrimazole 1%, miconazole 2%, oxiconazole 1%, sulconazole 1%, sertaconazole 2%).
b.      Golongan allylamine : Menghambat enzim squalene 2-3 epoxidase sehingga akan mengurangi jumlah sterol dan jamur akan mati. (naftitin 1%, terbinafine 1%).
c.       Ciclopirox olamine 1% bersifat fungisid dengan menginterverensi sintesis DNA-RNA dan protein dengan cara menghambat transport elemen esensial pada sel jamur.
d.      Golongan asam organic. Contohnya salep withfield yang berisi asam salisilat 3% dan asam benzoate 6%. Sediaan ini bersifat keratolitik sehingga pengaruhnya terhadap infeksi jamur mungkin melalu proses deskuamasi.
e.       Haloprogin 1% merupakan antijamur yang efektif pada dermatofitosis dan ragi.
f.       Golongan tiokarbonat (Tolnaftat 2%, tolsiklat 1%) merupakan antijamur yang efektif terhadap dermatofitosis dan kurang efektif terhadap candida.
g.      Asam undesilenat 2 – 5% efektif untuk deramtofitosi tapi tidak untuk candida.
h.      Golongan sulfur (selenium sulfida 2,5%) obat ini efektif untuk tinea versikolor.
i.        Golongan zat warna trifenilmetan (gentian violet 1-2%) efektif untuk kandida.










DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosihan. 2005. Beberapa Jamur yang Diisolasi dari Kulit Penderita Infeksi Jamur.
Budimulja, Unandar. Mikosis, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Keempat, 2006. Editor: Adhi Juanda, dkk. Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 89 – 105.
Brooks, Janet S. Butel, Stephen A. Morse. 2005. Mikrobiologi Kedokteran 2 (Edisi 22). Jakarta: Salemba Medika.
Graham-brown, Robin. Infeksi jamur, Lecture Notes on Dermatology, Edisi kedelapan, 2005. Editor: Amalia Safitri, S.TP, M.Si. Jakarta; Erlangga. Halaman 32-41.
Jawetz, Melnick, & Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Stapilococcus penyebab Jerawat

PEMBAHASAN

a.  Definisi
Jerawat adalah penyakit peradangan menahun dari unit pilosebaseus disertai penyumbatan dan penimbunan bahan keratin serta didapatkan terutama di daerah muka, leher, dada dan punggung yang ditandai adanya komedo, papul, etabol, nodulus dan kista. Penyakit ini dijumpai pada etabo semua (90%) orang akil baliq yang menginjak masa pubertas pada usia 15-19 tahun, orang dewasa dan dapat juga pada orang dengan usia lanjut (Djuanda dkk., 2007). Jerawat adalah suatu keadaan di mana pori-pori kulit tersumbat sehingga menimbulkan kantung nanah yang meradang. Jerawat adalah penyakit kulit yang cukup besar jumlah penderitanya. Kligmann, seorang penelitI masalah jerawat ternama di dunia berpendapat,”Tak ada satu orang pun di dunia yang melewati masa hidupnya tanpa sebuah jerawat di kulitnya.” Kemungkinan penyebabnya adalah perubahan hormonal yang merangsang kelenjar minyak di kulit. Perubahan hormonal lainnya yang dapat menjadi pemicu timbulnya jerawat adalah masa menstruasi, kehamilan, pemakaian pil KB, dan etabo.

b. Penyebab
Beberapa etabo yang menyebabkan jerawat adalah:
1). Stres
2). Keturunan dari orangtua
3). Aktivitas etabol
4). Kelenjar minyak yang hiperaktif
5). Bakteri di pori-pori kulit
6). Iritasi kulit atau karena garukan (Anonim, 2008).

Adapun beberapa etabo lain yang merupakan penyebab dari timbulnya jerawat adalah :

1. Produksi Minyak Berlebihan
Jerawat tidak melulu muncul karena kotor, melainkan lebih disebabkan etabo dari dalam tubuh. Jerawat adalah kondisi abnormal kulit akibat gangguan berlebihan produksi kelenjar minyak (etabolis gland) yang menyebabkan penyumbatan saluran folikel rambut dan pori-pori kulit. Penyebab jerawat yang paling umum adalah etabol, tumpukan minyak atau sebum di kulit berkolaborasi dengan bakteri.

2. Sel-Sel Kulit Mati
Umumnya, jerawat dsebabkan oleh kelebihan kelenjar minyak karena giat diproduksi etabol androgen. Jerawat timbul karena kelenjar minyak yang berlebih tersebut bercampur dengan sel kulit mati. Ketika sel-sel kulit itu bercampur dengan jumlah sebum yang sudah meningkat itu, campuran yang tebal dan lengket itu dapat membentuk penyumbat yang menjadi bintik hitam atau putih. Banyak yang beranggapan, bahwa jerawat hanya menyerang muka, tetapi jerawat bisa juga menyerang bagian tubuh lain, seperti di bagian punggung, dada dan lengan atas.

3. Bakteri
Yang membuat masalah semakin rumit, bakteri biasanya ada di kulit, yang disebut Staphilococus Epidermidis cenderung berkembang biak didalam kelenjar sebaceous yang tersumbat, dan menghasilkan zat-zat yang menimbulkan iritasi daerah sekitarnya. Kelenjar tersebut terus membengkak, pecah, dan kemudian menyebarkan radang ke kulit daerah sekitarnya. Inilah yang menyebabkan jerawat batu jenis yang paling mungkin, yaitu meninggalkan pigmentasi jangka panjang dan bekas luka seperti cacar yang permanen.

4. Kosmetik
Penyumbatan pori-pori seringkali terjadi oleh penggunaan kosmetik yang mengandung banyak minyak atau penggunaan bedak yang menyatu dengan foundation. Foundation yang terkandung pada bedak menyebabkan bubuk bedak mudah menyumbat pori-pori.

5. Obat-obatan
Konsumsi obat kortikosteroid, baik oral (obat minum) maupun topical (obat oles), yang mengakibatkan daya tahan tubuh menurun, juga meningkatkan potensi timbulnya jerawat karena aktivitas bakteri etaboli yang meningkat.

c. Patogenesis
Berdasarkan hipotesis ada empat etabo utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit akne vulgaris (jerawat):
a)  Penyumbatan duktus pilosebaseus
b)  Meningkatnya produksi sebum
c)  Perubahan biokimia susunan lemak-lemak permukaan kulit
d)  Kolonisasi kuman di dalam folikel sebaseus (Halim dan Sambijono, 1986).

Adanya bahan komedogenik dalam beberapa kosmetik mungkin ada hubungannya dengan timbulnya jerawat tingkat ringan pada wanita umur 20-40 tahun (Kenneth, 1984). Jasad renik yang sering berperan adalah S. epidermidis atau Pitysrosporum ovale, P. acne, dan P. orbiculare. Kadang-kadang jerawat menyebabkan rasa gatal yang mengganggu atau rasa sakit kecuali bila terjadi etabol atau nodus yang besar (Djuanda dkk., 2007).

d. Gejala klinis
Tempat pembentukan jerawat adalah di muka, bahu, dada bagian atas dan punggung bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher, lengan atas dan glutea kadang-kadang terkena. Erupsi kulit polimorfi, dengan gejala komedo, papul yang tidak beradang dan etabol, nodus dan kista yang beradang, dapat juga disertai rasa gatal. Komedo adalah gejala bagi jerawat berupa papul miliar yang di tengahnya merupakan sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung etabo melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka. Bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung etabo melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup (Djuanda dkk., 2007).

e. Tipe-tipe jerawat
1. Komedo
Komedo sebenarnya adalah poro-pori yang tersumbat, bisa terbuka atau tertutup. Komedo yang terbuka (blackhead), terlihat seperti pori-pori yang membesar dan menghitam. pori yang membesar dan menghitam.  Komedo yang tertutup (whitehead) memiliki kulit yang tumbuh di atas pori-pori yang tersumbat sehingga terlihat seperti tonjolan putih kecil. Jerawat jenis komedo ini disebabkan oleh sel-sel kulit mati dan sekresi kelenjar minyak yang berlebihan pada kulit.
2. Jerawat biasa
                Jenis jerawat ini mudah dikenal, tonjolan kecil berwarna pink atau kemerahan. Terjadi karena pori-pori yang tersumbat terinfeksi oleh bakteri. Bakteri yang menginfeksi bisa dari waslap, kuas make up, jari tangan, juga telepon. Stres, hormon dan udara yang lembab, dapat memperbesar kemungkinan terbentuknya jerawat.
3.  Jerawat Batu (Cystic acne).
Cystic acne adalah jerawat yang besar-besar, dengan peradangan hebat, berkumpul diseluruh muka. Penderita cystic acne biasanya juga memiliki keluarga dekat yang menderita jerawat jenis ini. Secara genetik penderitanya memiliki:
1.  Kelenjar minyak yang over aktif yang membanjiri pori-pori dengan kelenjar minyak,
2.  Pertumbuhan sel-sel kulit yang tidak normal yang tidak bisa beregenerasi secepat kulit normal
3.  Memiliki respon yang berlebihan terhadap peradangan sehingga meninggalkan bekas di kulit

f. Pengobatan jerawat
Ada tiga hal penting dalam pengobatan jerawat, yaitu :
1). Mencegah timbulnya komedo.
2). Mencegah pecahnya mikrokomedo atau meringankan reaksi peradangan.
3). Mempercepat resolusi lesi peradangan (Harahap, 2000).
Berdasarkan tipe jerawat, adapun pencegahan serta pengobatan adalah
1. Komedo.
Pencegahan:
Cuci selalu wajah pagi dan malam dengan pembersih mengandung salicylicacid atau AHA/BHA untuk mengelupas sel2 kulit mati. Atau scrub kulit wajah minimal seminggu sekali. Bawalah selalu kertas penyerap minyak untuk menyerap kelebihan minyak di wajah. Gunakan juga masker utk kulit berminyak seminggu sekali.
Penyembuhan:
Hilangkan blackheads dengan plester pore strips (seperti Biore pore pack atau Pond’s nose zone tape). Untuk whitehead, pakai obat jerawat yg mengandung salicylicacid (misalnya dari merk Neutrogena atau Clinique acne solutions night treatment gel).
2. Jerawat biasa.
Pencegahan:
Untuk membunuh bakteri2 penyebab jerawat, gunakan sabun muka yg mengandung benzoylperoxida, atau sabun sulfur. Dan gunakan masker anti bakteri/jerawat seminggu sekali. Kalau obat2 jerawat yg dijual bebas tidak mempan, mintalah ke dokter kulit obat jerawat yg mengandung vitamin A etabolism seperti RetinA.
Penyembuhan:
Untuk mengurangi peradangan dan membunuh bakteri, pakailah obat jerawat yg mengandung benzoylperoksida, atau bila kulit anda tdk tahan, gunakan produk yg mengandung sulfur, spt Neo Medrol atau mujisat tolak jerawat dari Sari Ayu. Kalau obat2 jerawat tadi tidak mempan juga, mintalah resep salep yang mengandung etabolism,salah satunya Garamicyn (bisa dibeli bebas). Salep ini bisa membunuh bakteri dan mengurangi pembengkakan juga peradangan.
3. Jerawat Batu (Cystic acne).
Pencegahan:
Obat2 jerawat yg dijual bebas tidak akan mempan buat jerawat jenis ini. Memakai scrub pun tidak etaboli hasilnya. Jalan satu2nya adalah meminta dokter meresepkan pil etabolism seperti tetracycline.  Bila dalam sebulan tidak ada tanda2 perbaikan, mungkin dokter akan memberikan resep Accutane (kurang pasti di Indonesia sudah ada atau belum), obat yg efektif, tapi etabolismal. Meskipun penyembuhannya memakan waktu hingga 5 bln, dan dapat mengakibatkan bayi cacat pada ibu hamil, tapi tetep aja dianggap sebagai obat mujarab pilihan terakhir.
Pengobatan:
Untuk jerawat batu yang satusatu, penyembuhan yg efektif adalah meminta dokter kulit menyuntik jerawat dengan cortisone, yg membuat jerawat ini sembuh dlm waktu 48 jam. Kalau kasusnya kronis, pil Accutane bisa dicoba, meskipun anda bakal mengalami beberapa side effect, seperti bibir pecah2 yg parah (minta dr.kulit anda meresepkan Acclovate, lip balm anti peradangan) dan kulit yg kering.
Disadur dari majalah InStyle edisi Mei 2001


Bakteri
Bakteri adalah etaboli uniselular yang tidak mempunyai klorofil, sel bakteri mirip dengan sel tumbuhan atau hewan terdiri atas sitoplasma dan dinding sel. Bakteri berkembang biak dengan pembelahan diri, karena kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwijoseputro, 1989).
Siklus pertumbuhan bakteri terdiri dari 4 fase :

1). Fase Lag (penyesuaian diri)
Fase lag ini mewakili periode waktu dimana sel kehilangan etabolism dan enzim sebagai akibat kondisi tidak menguntungkan yang dipertahankan sebelumnya, beradaptasi terhadap lingkungan baru, dan berakumulasi hingga kondisi yang membolehkan pertumbuhan dilanjutkan kembali (Jawetz et al., 2005). Hal ini dapat terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam. Fase ini merupakan persiapan untuk fase berikutnya (Anonim, 1994).
2). Fase Log (pembelahan)
Fase dimana pembelahan sel terjadi dengan cepat, dan berkembang biak dua kali lipat (Anonim, 1994). Material sel baru disintesis dengan kecepatan konstan, pembelahan terjadi secara teratur dan peningkatan massa terjadi secara eksponensial. Hal ini berlanjut sampai etaboli habis atau akumulasi hasil etabolis toksik dan menghambat pertumbuhan (Jawetz et al., 2005).
3). Fase stasioner
Fase ini terjadi ketika bakteri kehabisan etaboli dan terdapat akumulasi produk toksik yang menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat sampai sejumlah sel baru yang diproduksi seimbang dengan jumlah sel yang mati. Pada suatu saat terjadi jumlah bakteri yang hidup tetap sama (Anonim, 1994).
4). Fase penurunan/kematian
Setelah periode waktu pada fase stationer yang bervariasi pada tiap etaboli dan kondisi kultur, kecepatan kematian meningkat sampai mencapai tingkat yang tetap. Setelah mayoritas sel mati, kecepatan kematian menurun sampai etabol, sehingga hanya sejumlah kecil sel yang hidup (Jawetz et al., 2005).

Klasifikasi bakteri Staphylococcus epidermidis
Kingdom : Protista
Divisi : Schizophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus epidermidis (Salle, 1961).

S. epidermidis adalah kuman bakteri Gram positif (bakteri penyebab jerawat) aerob. Sel berbentuk bola dengan diameter 1 μm yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur. S. epidermidis kokus tunggal, berpasangan, tetrad dan berbentuk rantai juga tampak dalam biakan cair. Bakteri pembentuk spora yang banyak terdapat di udara, air, tanah. Koloni biasanya berwarna putih atau kuning dan bersifat anaerob fakultatif. Tidak ada pigmen yang dihasilkan secara etabolis atau pada media cair. S. epidermidis merupakan flora normal pada kulit manusia. S. epidermidis tidak bersifat etaboli menghasilkan koagulase etaboli dan cenderung menjadi nonhemolitik (Jawetz et al., 2005).
Faktor-faktor yang berperan menghilangkan flora sementara pada kulit adalah pH rendah, asam lemak pada sekresi sebasea dan adanya lisozim. Jumlah  mikroorganisme pada permukaan kulit mungkin biasa berkurang dengan jalan menggosok-gosoknya dengan sabun yang mengandung heksaklorofen atau desinfektan lain, namun flora secara cepat muncul kembali dari kelenjar sebasea dan keringat (Jawetz et al., 2005).
4.  Farmakoterapi Jerawat
Terapi jerawat secara farmakologi dapat menggunakan antibakteri secara etabol. Antibakteri yang digunakan untuk mengobati peradangan pada jerawat adalah eritromisin, klindamisin, dan benzoil peroksida (Dipiro et al., 2006).  Eritromisin dengan atau tanpa seng efektif sebagai obat peradangan pada jerawat. Kombinasi eritromisin dan seng meningkatkan penetrasi eritromisin ke dalam pilosebasea kulit (Dipiro et al., 2006). Benzoil peroksida digunakan sebagai pengobatan peradangan ringan pada jerawat. Benzoil peroksida mempercepat pengelupasan sel epitel dan melepaskan bagian folikular yang tersumbat. Eritromisin diformulasi dalam sediaan salep, gel, dan lotion dengan kadar 1% atau 2,5% sampai 10%. Benzoil peroksida dalam sediaan salep, gel, dan lotion biasanya digunakan dua kali sehari (Dipiro et al., 2006).
5.  Antibakteri
Antibakteri adalah suatu obat atau senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri yang merugikan manusia. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri dan ada yang bersifat membunuh bakteri. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat atau membunuh bakteri dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat menjadi bekterisid bila kadar antibakterinya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy dan Gan, 1995). Secara umum kemungkinan serangan zat antibakteri dapat diduga dengan melihat struktur serta komposisi sel bakteri. Kerusakan pada salah satu situs dapat mengawali terjadinya perubahan–perubahan yang menuju kepada kematian sel (Setiabudy dan Gan, 1995). Agen antibakteri dapat mempengaruhi fungsi maupun struktur sel bakteri. Meskipun fungsi sel yang strukturnya normal dapat dihambat dengan cara yang etabo tak terbatas, beberapa cara penghambatan:

6.  Kerusakan pada dinding sel
Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubah setelah selesai terbentuk. Antibiotik yang bekerja dengan mekanisme ini adalah penisilin dan sefalosporin. Penisilin menghambat pembentukan dinding sel bakteri dengan cara mencegah digabungkannya asam N-asetilmuramat yang dibentuk dalam sel, ke dalam struktur nukleopeptida yang biasanya etabo bentuk kaku pada dinding sel bakteri (Jawetz et al., 2005).
7.  Mengganggu/merusak etaboli sel
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membran memelihara integritas komponen-komponen selular. Kerusakan pada etaboli ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel. Contoh: polimiksin, polien (Anonim, 1994).
8.  Penghambatan sintesis protein
Molekul DNA, RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses kehidupan normal sel. Hal itu berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel. Contoh: kloramfenikol, tetrasiklin, rifampisin, dan streptomisin (Jawetz et al., 2005).
9.  Penghambatan sintesis asam nukleat
Struktur molekul DNA mempunyai 2 peran utama yaitu duplikasi dan transkripsi. Setiap zat yang mampu mengganggu struktur DNA, maka mampu mempengaruhi seluruh fase pertumbuhan dan etabolism bakteri. Contohnya: mitosin dan asam nalidiksat (Anonim, 1994).
PATHWAY
(hormonal,stres,genetik,bakteri) –> masa pubertas –> Hormon androgen menstimulasi kelenjar sebasea –> kelenjar sebasea membesar dan mensekresikan sebum –> sebum merembas naik hingga puncak folikel rambut –> mengalir keluar pada pemukaan kulit –> duktus pilosebaseus tersumbat sebum –>lesi obstruktif –>di latasi folikel sebasea dampaknya dibagi 2 yaitu : 1. penipisan dinding folikular 2.
–>penipisan dinding folikular –> pecah –> isi folikular keluar dan mengiritasi dermis –> lesi baru –> infeksi berulang.
ASUHAN KEPERAWATAN

1.  Pengkajian
2.  Diagnosa Keperawatan
3.  Gangguan citra tubuh berhubungan dengan inflamasi lesi akne.
4.  Ansietas berhubungan dengan lesi akne.
5.  Gangguan integritas kulit yang ditandai dengan adanya papula eritematosa, pustule, dan kista inflamatorik.
6.  Risiko infeksi berhubungan dengan infeksi bakteri kulit.
7.  Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor pemicu dan perawatan akne.