Rabu, 24 April 2013

Askep dan woc pada pasien meningitis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui tentang bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien Meningitis.
1.2.2 Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran asuhan keperawatan meliputi :
a.       Mampu memberikan gambaran tentang pengkajian pada klien dengan Meningitis
b.      Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Meningitis.
c.       Mampu membuat rencana keparawatan pada klien dengan Meningitis.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).

2.2. Klasifikasi
1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis.
Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara.
Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
3. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.

2.3. Etiologi
1.      Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
2.      Penyebab lainnya, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3.      Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
4.      Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.

2.4. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.



2.5. Manifestasi klinis
1.      Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
a.       Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b.      Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
c.       Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
·         Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
·         Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
·         Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
d.      Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e.       Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
f.       Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g.      Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata

2      Tanda dan gejala meningitis secara umum:
a.       Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia
b.      Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
c.       Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin
d.      Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering
e.       Higiene ; Tidak mampu merawat diri
f.       Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, “Hiperalgesia”meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan oenglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tanda”Brudzinski”positif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki
g.      Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
h.      Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah
i.        Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.
j.        Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus

3.      Tanda dan gejala meningitis secara khusus:
a.       Anak dan Remaja
·         Demam
·         Mengigil
·         Sakit kepala
·         Muntah
·         Perubahan pada sensorium
·         Peka rangsang
·         Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)
·         Agitasi
b.      Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.
·         Demam
·         Fontanel menonjol.
·         Muntah
·         Peka rangsang yang nyata
c.       Neonatus:
·         Menolak untuk makan.
·         Hipothermia atau demam.
·         Kemampuan menghisap menurun.
·         Peka rangsang.
·         Muntah atau diare.
·         Mengantuk.
·         Tonus buruk.
·         Kejang.
·         Kurang gerakan.
·         Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.
·         Menangis buruk.
·         Sianosis.
·         Leher biasanya lemas.
·         Penurunan berat badan.
·         Tanda-tanda non-spesifik:



2.6. Pengkajian Sistem Sensorik.
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh, sensasi propriosefsi, dan diskriminarif normal.
Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang herhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan intrakranial). Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri atas: perubahan karakterisrik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan nadi dan bradikardia). Pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang mencolok pada meningitis meningokokus (neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua klien dengan ripe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada k Mit di antaranya roam petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas. lritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua ripe meningitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, tanda Kernig (+), dan adanya tanda Brudzinski.
a.       Kaku Kuduk
Kaku kuduk merupakan tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b.      Tanda Kernig Positif
Ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arab abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
c.       Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika !cher klien difleksikan, terjadi fleksi lutut dan pinggul; jika dilakukan fleksi pasif pada eksrremitas bawah pada salah satu sisi, gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.




2.7. Pengkajian pada Anak
Pengkajian pada anak sedikit berbeda dengan klien dewasa, hal ini disebabkan pengkajian anamnesis lebih banyak pada orang tua dan pemeriksaan fisik yang berbeda karena belum sempurnanva organ pertumbuhan terutama pada neonatus. Pengkajian yang biasa didapatkan pada anak bergantung pada luasnya penyebaran infeksi di meningen dan usia anak. Hal lain yang memengaruhi klinis pada anak adalah jenis organisme yang menginvasi meningen dan seberapa keefektifan pemberian dari terapi, dalam hal ini adalah jenis antibiotik yang dipakai sangat berpengaruh terhadap klinis pada anak. Untuk memudahkan penilaian klinis, gejala pada meningitis pada anak dibagi menjadi tiga, yaitu anak, bayi, dan neonatus.
Pada anak manifestasi klinis timbulnya sakit secara tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, papas dingin, muntah, dan kejang-kejang. Anak menjadi rewel ‘Jan agitasi, serta dapat berkembang fotofobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma. Gejala atau gangguan pada sistem pernapasan atau gastrointestinal seperti sesak napas, muntah dan diare. Tanda yang khas adalah adanya tahanan pada kepala jika difleksikan, kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski (+). Akibat perfusi yang tidak optimal biasanya memberikan tanda klinis kulit dingin dan sianosis. Gejala lainnya yang lebih spesifik seperti peteki (adanya purpura pada kulit) sering didaparkan apabila anak mengalami infeksi meningokokus (meningokoksemia), keluarnya cairan dari telinga merupakan gejala khas pada anak yang mengalami meningitis pneumococal dan congenital dermal sinus terutama disebabkan oleh infeksi E. Colli.
Pada bayi manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak usia 3 bulan sampai 2 tahun dan sering ditemukan adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, newel, mudah lelah dan kejang-kejang, sena menangis meraung-raung. Tanda khas di kepala adalah fontanel menonjol. Regiditas nukal merupakan tanda meningitis pada anak, sedangkan tanda-tanda Brudzinski dan Kernig dapat terjadi namun lambat atau ada pada kasus meningitis tahap lanjut.
Pada neonatus biasanya masih sulit untuk diketahui karena manifestasi klinisnya tidak jelas dan tidak spesifik, namun pada beberapa keadaan gejalanya mempunyai kemiripan dengan anak yang lebih tua, neonatus biasanya menolak untuk makan, kemampuan untuk menetek buruk, gangguan gastrointestinal berupa muntah dan kadang-kadang diare. Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah. Pada kasus lanjut terjadi hipothermia/demam, ikterus, rewel, mengantuk, kejang-kejang, frekuensi napas yang tidak teratur/ apnoe, sianosis dan penurunan bcrat bahan, tanda fontanel menonjol mungkin ada atau tidak. Leher fleksibel dan tidak didaparkan adanya kaku kuduk. Pada fase yang lebih berat, terjadi kolaps kardiovaskular, kejang dan apnoe biasanya terjadi jika tidak diobati atau tidak dilakukan tindakan yang cepat.

2.8. Komplikasi
1. Tuli
2. Buta
3. Perkembangan Telat

2.9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik rutin pada klien meningitis, meliputi laboratoriurn klinik rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan faal hemostasis diperlukan untuk mengetahui secara dini adanya DIC. Serum elektrolir dan glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan otak. Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Analisis cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menu run dari nilai normal.
Untuk lebih spesifik mengetahui jenis mikroba, organism penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan serebrospinal dan darah. Counter Immuno Electrophoreses (CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen hakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan serebrospinal dan urine.
Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis klien, meliputi foto rontgen paru, dan CT scan kepala. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

2.10. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sehagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis, meliputi pemberian antibiotik yang mampu melewati darah—barier otak ke dalam ruang subaraknoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefalnposforin generasi keempat arau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.

2.11. Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.




2.12 WOC Meningitis









BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK MENINGITIS

1        Pengkajian
1.1  Anamnesa
a.      Identitas pasien.
b.      Keluhan utama: sakit kepala dan demam
c.       Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.
d.      Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya perlu ditanyakan pada pasien. Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).
e.       Riwayat psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya .dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat. serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

1.2 Pemeriksaan fisik
a.       B1: Peningkatan kerja pernapasan pada fase awal
b.      B2 : TD meningkat, nadi menurun, tekanan nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor), takikardia, disritmia (pada fase akut) seperti disritmia sinus
c.       B3: afasia/ kesulitan dalam berbicara, mata (ukuran/ reaksi pupil), unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK) nistagmus (bola mata bergerak-gerak terus menerus), kejang lobus temporal, otot mengalami hipotonia/ flaksid paralysis (pada fase akut meningitis), hemiparese/ hemiplegi, tanda Brudzinski (+) dan atau tanda kernig (+) merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut), refleks tendon dalam terganggu, babinski (+), refleks abdominal menurun/ tidakl ada, refleks kremastetik hilang pada laki-laki
d.      B4: Adanya inkontinensia dan/atau retensi
e.       B5: Muntah, anoreksia, kesulitan menelan
f.       B6: Turgor kulit jelek

2. Diagnosa
a.       Nyeri b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
b.      Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen.
c.       Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang mengubah/menghentikan darah arteri/virus
d.      Risiko tinggi terhadap trauma b.d kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo
e.       Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan

Diagnosa 1 : Nyeri b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 6 jam nyeri yang dirasakan pasien dapat berkurang, dengan KH :
·         Pasien tidak mengatakan nyeri yang dirasakan mulai berkurang
·         Pasien mengatakan nyeri tertusuk tusuk mulai berkurang
·         Nyeri yang dirasakan pada daerah kepala sudah berkurang
·         Skala nyeri 0-6
·         Nyeri sudah tidak dirasakan sewaktu – waktu
·         Pasien tidak lagi meringis kesakitan
·         RR 16-20x/menit
·         Nadi 60-100x/menit
·         Suhu 36-37ºC
Intervensi Rasional
1.      Lakukan HE tentang penyebab nyeri yang dirasakan pasien
R : pengetahuan yang meningkat dapat menambah pengetahuan pasien tentang penyebab nyeri yang dirasakannya.
2.      Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)
R : Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
3.      Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
R : Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau tidak nyaman tersebut
4.      Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul
R : Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit/ rasa tidak nyaman
5.      Observasi Skala nyeri dan TTV pasien
R : Skala nyeri dan TTV pasien dapat terpantau
6.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat seperti analgetik, asetaminofen, codein
R : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat

Diagnosa 2: Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam penyebaran infeksi tidak terjadi penyebaran infeksi. Dengan KH :
·         Tidak ada tanda – tanda penyebaran infeksi
·         RR 16-20x/menit
·         Nadi 60-100x/menit
·         Suhu 36-37ºC

Intervensi Rasional
1.      Lakukan Healt Education tentang akibat dan penyebaran infeksi
R : Pasien dapat mengetahui penyebab dan akibat penyebaran infeksi
2.      Berikan isolasi sebagai pencegahan
R : Pada fase awal meningitis, isolasi mungkin diperlukan sampai organisme diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain
3.      Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
R : Menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi
4.      Ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam
R : Memobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan
5.      Observasi TTV pasien
R : TTV pasien dapat terpantau
6.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi seperti antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin
R : Obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu

Diagnosa 3 : Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang mengubah/menghentikan darah arteri/virus
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam tidak terjadinya perubahan perfusi jaringan serebral, dengan KH :
·         Tidak ada tanda perubahan perfusi jaringan serebral
·         RR 16-20x/menit
·         Nadi 60-100x/menit
·         Suhu 36-37ºC
Intervensi Rasional
1.      Lakukan Healt Education tentang penyebab perubahan perfusi jaringan serebral
R : Pasien mengetahui penyebab perubahan perfusi jaringan serebral yang terjadi pada pasien
2.      Tirah baring dengan posisi kepala datar
R : Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera
3.      Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
R : Aktivitas seperti ini akan meningkatkan tekanan intratorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
4.      Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
R : Peningkatanaliran vena dari kepal akna menurunkan TIK
5.      Observasi TTV pasien
R : TTV pasien dapat terpantau
6.      Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
R : Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK.
7.      Berikan obat : steroid, clorpomasin, asetaminofen
R : Menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi edema serebral, mengatasi kelainan postur tubuh atau menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang

Diagnosa 4 : Risiko tinggi terhadap trauma b.d kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam resiko trauma tidak terjadi, Dengan KH :
·         Resiko terjadinya trauma tidak tampak pada pasien
Intervensi Rasional
1.      Lakukan Healt Education tentang penyebab trauma
R : Pengetahuan yang meningkat dapat membuat pasien mengerti tentantang penyebab trauma
2.      Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan
R : Melindungi pasien bila terjadi kejang
3.      Berikan tirah baring selama fase akut
R : Menurunkan resiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkop, atau ataksia
4.      Observasi adanya resiko terjadinya trauma
R : Resiko terjadinya trauma dapat terpantau
5.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapiseperti : venitoin, diaepam, venobarbital.
R : Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang

Diagnosa 5 : Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
Tujuan : Setelah dilakukan selama 1x24 jam kerusakan mobilitas fisik tidak terjadi, Dengan KH :
·         Pasien dapat melakukan mobilisasi dengan baik
Intervensi Rasional
1.      Lakukan Healt Education tentang faktor dan penyebab kerusakan mobilitas fisik
R : pasien dapat mengerti tentang faktor dan penyebab kerusakan mobilitas fisik
2.      Bantu latihan rentang gerak.
R : Mempertahankan mobilisasidan fungsi sendi/posisi normal akstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis
3.      Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
R : Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit, dan menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit
4.      Berikan matras udara atau air, perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
R : Menyeimbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi dan membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan.
5.      Observasi mobilisasi pasien
R : Mobilisasi pasien dapat teppantau
6.      Lakukan kolaborasi dengan tim medis tetang program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi.
R : Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut.




BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).

Tanda Dan Gejala Meningitis Secara Umum
1.      Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia
2.      Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
3.      Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin
4.      Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering
5.      Higiene ; Tidak mampu merawat diri
6.      Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, “Hiperalgesia”meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan oenglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tanda”Brudzinski”positif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki
7.      Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
8.      Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah
9.      Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.
10.  Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus

4.2 Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai kelompok mengharapkan kritikan dan saran dari dosen pembimbing dan teman – teman sesama mahasiswa. Selain itu penyakit Meningitis ini sangat berbahaya dan kita sebagai host harus bisa menerapkan pola hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.