BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis adalah radang pada
meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan
oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah peradangan pada
selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan
proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut
dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme
pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan
aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah infeksi cairan
otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi
kapita selekta,1996).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan
Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui tentang
bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien Meningitis.
1.2.2 Tujuan
Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran asuhan
keperawatan meliputi :
a. Mampu
memberikan gambaran tentang pengkajian pada klien dengan Meningitis
b. Mampu
merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Meningitis.
c. Mampu
membuat rencana keparawatan pada klien dengan Meningitis.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Meningitis adalah radang pada
meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan
oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah peradangan pada
selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan
proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut
dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme
pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan
aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah infeksi cairan
otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi
kapita selekta,1996).
2.2. Klasifikasi
1.
Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin,
saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang sering
menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria
meningitis.
Meningococal meningitis adalah tipe
dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat,
spt: asrama, penjara.
Klien yang mempunyai kondisi spt:
otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat
meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau
pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat
terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi
imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri
sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya
neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri,
fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di
dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi
tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial.
Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
2.
Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada
meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi
sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan
saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem
vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang
disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster.
Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami
nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter
yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
3.
Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah
infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala
klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek
pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan
menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual,
muntah dan menurunnya status mental.
2.3.
Etiologi
1. Bakteri;
Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa
2. Penyebab
lainnya, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3. Faktor
maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan
4. Faktor
imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
2.4. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai
infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen
otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi
jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh
imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian
tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen;
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran
darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks,
yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan
hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula
spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang
terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak
(barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal
akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien
ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya
hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus.
2.5.
Manifestasi klinis
1.
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan
peningkatan TIK :
a.
Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b.
Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi
letargik, tidak responsif, dan koma.
c.
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
·
Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
·
Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan
paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.
·
Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka
dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi
ektremita yang berlawanan.
d.
Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan
pada cahaya.
e.
Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan
peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda
perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan
bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan
tingkat kesadaran.
f. Adanya ruam
merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi
fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi
purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
2
Tanda dan gejala meningitis secara umum:
a.
Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas,
ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia
b.
Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑,
nadi ↓, tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
c.
Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin
d.
Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan,
muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering
e.
Higiene ; Tidak mampu merawat diri
f.
Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan
sensasi, “Hiperalgesia”meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan oenglihatan,
diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit
mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia,
tanda”Brudzinski”positif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks
abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki
g.
Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk,
nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
h.
Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑,
letargi dan gelisah
i.
Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media,
sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan,
fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak,
chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan
sensasi.
j.
Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif
terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus
3. Tanda dan
gejala meningitis secara khusus:
a.
Anak dan Remaja
·
Demam
·
Mengigil
·
Sakit kepala
·
Muntah
·
Perubahan pada sensorium
·
Peka rangsang
·
Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)
·
Agitasi
b. Bayi dan
Anak Kecil
Gambaran
klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.
·
Demam
·
Fontanel menonjol.
·
Muntah
·
Peka rangsang yang nyata
c. Neonatus:
·
Menolak untuk makan.
·
Hipothermia atau demam.
·
Kemampuan menghisap menurun.
·
Peka rangsang.
·
Muntah atau diare.
·
Mengantuk.
·
Tonus buruk.
·
Kejang.
·
Kurang gerakan.
·
Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.
·
Menangis buruk.
·
Sianosis.
·
Leher biasanya lemas.
·
Penurunan berat badan.
·
Tanda-tanda non-spesifik:
2.6.
Pengkajian Sistem Sensorik.
Pemeriksaan sensorik pada meningitis
biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan
abnormal di permukaan tubuh, sensasi propriosefsi, dan diskriminarif normal.
Pemeriksaan fisik lainnya terutama
yang herhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan intrakranial). Tanda-tanda
peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri
atas: perubahan karakterisrik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan nadi dan
bradikardia). Pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan
tingkat kesadaran. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang mencolok pada
meningitis meningokokus (neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua
klien dengan ripe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada k Mit di antaranya
roam petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas. lritasi
meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat
pada semua ripe meningitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, tanda Kernig (+),
dan adanya tanda Brudzinski.
a.
Kaku Kuduk
Kaku kuduk merupakan tanda awal. Adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi
paksaan menyebabkan nyeri berat.
b.
Tanda Kernig Positif
Ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan
fleksi ke arab abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
c.
Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika !cher klien difleksikan,
terjadi fleksi lutut dan pinggul; jika dilakukan fleksi pasif pada eksrremitas
bawah pada salah satu sisi, gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas
yang berlawanan.
2.7. Pengkajian
pada Anak
Pengkajian pada anak sedikit berbeda
dengan klien dewasa, hal ini disebabkan pengkajian anamnesis lebih banyak pada
orang tua dan pemeriksaan fisik yang berbeda karena belum sempurnanva organ
pertumbuhan terutama pada neonatus. Pengkajian yang biasa didapatkan pada anak
bergantung pada luasnya penyebaran infeksi di meningen dan usia anak. Hal lain
yang memengaruhi klinis pada anak adalah jenis organisme yang menginvasi
meningen dan seberapa keefektifan pemberian dari terapi, dalam hal ini adalah
jenis antibiotik yang dipakai sangat berpengaruh terhadap klinis pada anak.
Untuk memudahkan penilaian klinis, gejala pada meningitis pada anak dibagi
menjadi tiga, yaitu anak, bayi, dan neonatus.
Pada anak manifestasi klinis
timbulnya sakit secara tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, papas dingin,
muntah, dan kejang-kejang. Anak menjadi rewel ‘Jan agitasi, serta dapat
berkembang fotofobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau
mengantuk stupor dan koma. Gejala atau gangguan pada sistem pernapasan atau
gastrointestinal seperti sesak napas, muntah dan diare. Tanda yang khas adalah
adanya tahanan pada kepala jika difleksikan, kaku kuduk, tanda Kernig dan
Brudzinski (+). Akibat perfusi yang tidak optimal biasanya memberikan tanda klinis
kulit dingin dan sianosis. Gejala lainnya yang lebih spesifik seperti peteki
(adanya purpura pada kulit) sering didaparkan apabila anak mengalami infeksi
meningokokus (meningokoksemia), keluarnya cairan dari telinga merupakan gejala
khas pada anak yang mengalami meningitis pneumococal dan congenital dermal
sinus terutama disebabkan oleh infeksi E. Colli.
Pada bayi manifestasi klinisnya
biasanya tampak pada anak usia 3 bulan sampai 2 tahun dan sering ditemukan
adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, newel, mudah lelah dan
kejang-kejang, sena menangis meraung-raung. Tanda khas di kepala adalah
fontanel menonjol. Regiditas nukal merupakan tanda meningitis pada anak,
sedangkan tanda-tanda Brudzinski dan Kernig dapat terjadi namun lambat atau ada
pada kasus meningitis tahap lanjut.
Pada neonatus biasanya masih sulit
untuk diketahui karena manifestasi klinisnya tidak jelas dan tidak spesifik,
namun pada beberapa keadaan gejalanya mempunyai kemiripan dengan anak yang
lebih tua, neonatus biasanya menolak untuk makan, kemampuan untuk menetek
buruk, gangguan gastrointestinal berupa muntah dan kadang-kadang diare. Tonus
otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah. Pada kasus lanjut
terjadi hipothermia/demam, ikterus, rewel, mengantuk, kejang-kejang, frekuensi
napas yang tidak teratur/ apnoe, sianosis dan penurunan bcrat bahan, tanda
fontanel menonjol mungkin ada atau tidak. Leher fleksibel dan tidak didaparkan
adanya kaku kuduk. Pada fase yang lebih berat, terjadi kolaps kardiovaskular,
kejang dan apnoe biasanya terjadi jika tidak diobati atau tidak dilakukan
tindakan yang cepat.
2.8.
Komplikasi
1. Tuli
2. Buta
3. Perkembangan Telat
2.9.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik rutin pada
klien meningitis, meliputi laboratoriurn klinik rutin (Hb, leukosit, LED,
trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan faal hemostasis diperlukan untuk
mengetahui secara dini adanya DIC. Serum elektrolir dan glukosa dinilai untuk
mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Pemeriksaan laboratorium yang khas
pada meningitis adalah analisis cairan otak. Lumbal pungsi tidak bisa
dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Analisis cairan
otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa
darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar glukosa
cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis
kadar glukosa cairan otaknya menu run dari nilai normal.
Untuk lebih spesifik mengetahui
jenis mikroba, organism penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur
kuman pada cairan serebrospinal dan darah. Counter Immuno Electrophoreses (CIE)
digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen hakteri pada cairan tubuh,
umumnya cairan serebrospinal dan urine.
Pemeriksaan lainnya diperlukan
sesuai klinis klien, meliputi foto rontgen paru, dan CT scan kepala. CT scan
dilakukan untuk menentukan adanya edema serebral atau penyakit saraf lainnya.
Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.
2.10.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis lebih bersifat
mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan
sesuai tempat bekerja yang berguna sehagai bahan kolaborasi dengan tim medis.
Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis, meliputi pemberian
antibiotik yang mampu melewati darah—barier otak ke dalam ruang subaraknoid
dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri.
Biasanya menggunakan sefalnposforin generasi keempat arau sesuai dengan hasil
uji resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.
2.11.
Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara
mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis posisi seperti otitis media
atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis
serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik)
walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis
penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau
janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan
organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK MENINGITIS
1
Pengkajian
1.1 Anamnesa
a. Identitas pasien.
b. Keluhan utama: sakit kepala dan demam
c. Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang
gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai
serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus
apa yang sering menimbulkan kejang.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan
napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya perlu
ditanyakan pada pasien. Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan
pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic
dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).
e. Riwayat psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang
digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang
dideritanya .dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat. serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
1.2 Pemeriksaan fisik
a. B1:
Peningkatan kerja pernapasan pada fase awal
b. B2 : TD
meningkat, nadi menurun, tekanan nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK
dan pengaruh pada pusat vasomotor), takikardia, disritmia (pada fase akut)
seperti disritmia sinus
c. B3: afasia/
kesulitan dalam berbicara, mata (ukuran/ reaksi pupil), unisokor atau tidak
berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK) nistagmus (bola mata bergerak-gerak
terus menerus), kejang lobus temporal, otot mengalami hipotonia/ flaksid paralysis
(pada fase akut meningitis), hemiparese/ hemiplegi, tanda Brudzinski (+) dan
atau tanda kernig (+) merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut),
refleks tendon dalam terganggu, babinski (+), refleks abdominal menurun/ tidakl
ada, refleks kremastetik hilang pada laki-laki
d. B4: Adanya
inkontinensia dan/atau retensi
e. B5: Muntah,
anoreksia, kesulitan menelan
f. B6: Turgor
kulit jelek
2. Diagnosa
a. Nyeri b.d
proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
b. Risiko
tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen.
c. Risiko
tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang
mengubah/menghentikan darah arteri/virus
d. Risiko
tinggi terhadap trauma b.d kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo
e. Gangguan
mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
Diagnosa 1 :
Nyeri b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
Tujuan : Setelah
dilakukan askep selama 6 jam nyeri yang dirasakan pasien dapat berkurang,
dengan KH :
·
Pasien tidak mengatakan nyeri yang dirasakan mulai
berkurang
·
Pasien mengatakan nyeri tertusuk tusuk mulai berkurang
·
Nyeri yang dirasakan pada daerah kepala sudah
berkurang
·
Skala nyeri 0-6
·
Nyeri sudah tidak dirasakan sewaktu – waktu
·
Pasien tidak lagi meringis kesakitan
·
RR 16-20x/menit
·
Nadi 60-100x/menit
·
Suhu 36-37ºC
Intervensi
Rasional
1. Lakukan HE
tentang penyebab nyeri yang dirasakan pasien
R :
pengetahuan yang meningkat dapat menambah pengetahuan pasien tentang penyebab
nyeri yang dirasakannya.
2. Dukung untuk
menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)
R : Menurunkan
iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
3. Berikan
latihan rentang gerak aktif/pasif.
R : Dapat
membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau
tidak nyaman tersebut
4. Gunakan
pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul
R : Meningkatkan
relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit/ rasa tidak nyaman
5. Observasi
Skala nyeri dan TTV pasien
R : Skala
nyeri dan TTV pasien dapat terpantau
6. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapi obat seperti analgetik, asetaminofen,
codein
R : Mungkin
diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat
Diagnosa 2:
Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari
patogen.
Tujuan : Setelah
dilakukan askep selama 1x24 jam penyebaran infeksi tidak terjadi penyebaran
infeksi. Dengan KH :
·
Tidak ada tanda – tanda penyebaran infeksi
·
RR 16-20x/menit
·
Nadi 60-100x/menit
·
Suhu 36-37ºC
Intervensi
Rasional
1. Lakukan
Healt Education tentang akibat dan penyebaran infeksi
R : Pasien
dapat mengetahui penyebab dan akibat penyebaran infeksi
2. Berikan
isolasi sebagai pencegahan
R : Pada
fase awal meningitis, isolasi mungkin diperlukan sampai organisme
diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko
penyebaran pada orang lain
3. Pertahankan
teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
R : Menurunkan
resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi
4. Ubah posisi
pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam
R : Memobilisasi
secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko
terjadinya komplikasi terhadap pernapasan
5. Observasi
TTV pasien
R : TTV
pasien dapat terpantau
6. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapi seperti antibiotik iv: penisilin G, ampisilin,
klorampenikol, gentamisin
R : Obat yang dipilih tergantung
pada tipe infeksi dan sensitivitas individu
Diagnosa 3 : Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang mengubah/menghentikan darah arteri/virus
Tujuan : Setelah
dilakukan askep selama 1x24 jam tidak terjadinya perubahan perfusi jaringan
serebral, dengan KH :
·
Tidak ada tanda perubahan perfusi jaringan serebral
·
RR 16-20x/menit
·
Nadi 60-100x/menit
·
Suhu 36-37ºC
Intervensi
Rasional
1. Lakukan
Healt Education tentang penyebab perubahan perfusi jaringan serebral
R : Pasien
mengetahui penyebab perubahan perfusi jaringan serebral yang terjadi pada
pasien
2. Tirah baring
dengan posisi kepala datar
R : Perubahan
tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang
memerlukan tindakan medis dengan segera
3. Bantu
berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.
R : Aktivitas
seperti ini akan meningkatkan tekanan intratorak dan intraabdomen yang dapat
meningkatkan TIK.
4. Tinggikan
kepala tempat tidur 15-45 derajat.
R : Peningkatanaliran
vena dari kepal akna menurunkan TIK
5. Observasi
TTV pasien
R : TTV
pasien dapat terpantau
6. Berikan
cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).
R : Meminimalkan
fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK.
7. Berikan obat
: steroid, clorpomasin, asetaminofen
R : Menurunkan permeabilitas kapiler
untuk membatasi edema serebral, mengatasi kelainan postur tubuh atau menggigil
yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang
Diagnosa 4 : Risiko tinggi terhadap trauma b.d kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
Tujuan : Setelah
dilakukan askep selama 1x24 jam resiko trauma tidak terjadi, Dengan KH :
·
Resiko terjadinya trauma tidak tampak pada pasien
Intervensi
Rasional
1. Lakukan
Healt Education tentang penyebab trauma
R : Pengetahuan
yang meningkat dapat membuat pasien mengerti tentantang penyebab trauma
2. Pertahankan
penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan
R : Melindungi
pasien bila terjadi kejang
3. Berikan tirah
baring selama fase akut
R : Menurunkan
resiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkop, atau ataksia
4. Observasi
adanya resiko terjadinya trauma
R : Resiko
terjadinya trauma dapat terpantau
5. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapiseperti : venitoin, diaepam, venobarbital.
R : Merupakan indikasi untuk
penanganan dan pencegahan kejang
Diagnosa 5 :
Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
Tujuan : Setelah
dilakukan selama 1x24 jam kerusakan mobilitas fisik tidak terjadi, Dengan KH :
·
Pasien dapat melakukan mobilisasi dengan baik
Intervensi Rasional
1. Lakukan
Healt Education tentang faktor dan penyebab kerusakan mobilitas fisik
R : pasien
dapat mengerti tentang faktor dan penyebab kerusakan mobilitas fisik
2. Bantu
latihan rentang gerak.
R : Mempertahankan
mobilisasidan fungsi sendi/posisi normal akstremitas dan menurunkan terjadinya
vena yang statis
3. Berikan
perawatan kulit, masase dengan pelembab.
R : Meningkatkan
sirkulasi, elastisitas kulit, dan menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit
4. Berikan matras
udara atau air, perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
R : Menyeimbangkan
tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi dan membantu meningkatkan arus balik
vena untuk menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan.
5. Observasi
mobilisasi pasien
R :
Mobilisasi pasien dapat teppantau
6. Lakukan
kolaborasi dengan tim medis tetang program latihan dan penggunaan alat
mobiluisasi.
R : Proses penyembuhan yang lambat
seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian
yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Meningitis adalah infeksi cairan
otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang
superficial.(neorologi kapita selekta,1996).
Tanda Dan Gejala Meningitis Secara Umum
1. Aktivitas /
istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter,
kelemahan, hipotonia
2. Sirkulasi
;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat, takikardi dan
disritmia pada fase akut
3. Eliminasi ;
Adanya inkontinensia atau retensi urin
4. Makanan /
cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering
5. Higiene ;
Tidak mampu merawat diri
6. Neurosensori
; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, “Hiperalgesia”meningkatnya rasa
nyeri, kejang, gangguan oenglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi
penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil
anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tanda”Brudzinski”positif, rigiditas nukal,
refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik
hilang pada laki-laki
7. Nyeri /
kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler,
fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
8. Pernafasan ;
Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah
9. Keamanan ;
Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau
kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi
yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios,
menggigil, rash, gangguan sensasi.
10. Penyuluhan /
pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes
mellitus
4.2 Saran
Makalah sangat jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai kelompok mengharapkan kritikan dan
saran dari dosen pembimbing dan teman – teman sesama mahasiswa. Selain itu
penyakit Meningitis ini sangat berbahaya dan kita sebagai host harus bisa
menerapkan pola hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.